Lapangan Merdeka Monas, Benda Cagar Budaya yang Punya Kisah Sejarah

Indonesia identik dengan ikon tugu Monas, yang membuatnya mudah dikenali oleh negara lain. Dibalik kemegahannya ternyata bangunan ini menyimpan banyak kisah sejarah. Bisa dikatakan Monas menjadi jejak sejarah perjuangan panjang bangsa Indonesia, hingga merdeka pada tahun 1945. Simak ulasan kisah Lapangan Merdeka Monas berikut ini.

Sejarah Panjang Adanya Lapangan Monas

Pada akhir abad ke-18, pemerintahan pusat Hindia Belanda pindah dari Batavia lama (kini Jakarta Kota) ke Weltevreden (kini Jakarta Pusat). Mereka pun mulai membangun beberapa bangunan penting, termasuk memperbaiki fasilitas lapangan. Pembaruan dua lapangan tersebut berada di Weltevreden, yaitu Bufflesveld dan Waterloopein (kini Lapangan Banteng).

Pada masa pemerintahan Deandels atau sekitar awal abad ke-19, lapangan mulai dibangun sekaligus melakukan perluasan. Waterloopein menjadi lapangan utama yang berfungsi untuk acara parade dan upacara. Dulunya setiap sore lapangan ini menjadi tempat untuk berdiskusi dan bersosialisasi, terkadang digunakan sebagai tempat latihan berkuda.

Di tahun 1809 Deandles mengganti nama lapangan Buffelsveld menjadi Champs de Mars. Kala itu kepemimpinan Hindia Belanda sangat dipengaruhi oleh Perancis, sehingga fungsi Lapangan Merdeka Monas beralih sebagai lokasi untuk latihan militer. Selanjutnya tahun 1818 lapangan ini diubah namanya menjadi Koningsplein (Lapangan Raja).

Pemerintahan Hindia Belanda menjadikan Koningsplein sebagai pusat modernitas di Batavia. Ada beragam fasilitas olahraga yang dibangun, seperti jalur atletik dan stadion di Koningsplen. Penduduk pribumi menamainya sebagai “Lapangan Gambir”, karena banyaknya pohon gambir di sekitar lapangan.

Pada tahun 1906, Lapangan Gambir menjadi lokasi Pasar Gambir yaitu Pasar Malam besar untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina. Sejak tahun 1921, lapangan ini menjadi perhelatan tahunan dan pendahulu dari Pekan Raya Jakarta. Namun namanya belum berubah hingga masa kependudukan Jepang tahun 1942.

Dimulainya masa penjajahan Jepang, lapangan Koningsplein berganti nama menjadi “Lapangan Ikada”. Pada saat perumusan teks proklamasi, awalnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dilaksanakan di cikal bakal Lapangan Merdeka Monas ini. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, maka pembacaan teks proklamasi diarahkan ke Jalan Pegangsaan Timur.

Pada 19 September 1945, Sukarno menyampaikan pidatonya di Lapangan Ikada. Dalam pidatonya, Sukarno menyarankan kemerdekaan Indonesia dan menentang kolonialisme, imperialisme, serta penjajahan. Pidato ini disampaikan di depan Rapat Akbar yang dihadiri banyak massa. Sukarno juga yang mengusulkan untuk mengganti nama Lapangan Ikada menjadi “Medan Merdeka”.   

Diharapkan Menjadi Monumen Untuk Mengenang Perjuangan

Pada tahun 1961, Sukarno memprakarsai pembangunan Monumen Nasional (Monas). Harapannya bahwa bangunan ini bisa menjadi sebuah monumen untuk memperingati perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Bangunan stadion dan lintasan atletik dibongkar untuk pembangunan Monas.

Medan Merdeka ini dilintasi oleh empat jalan silang diagonal yang membentuk silang “X”. Jalan Lapangan Merdeka Monas tersebut sering disebut sebagai “Jalan Silang Monas”, yang membagi Taman Modern Merdeka menjadi empat bagian: Utara, Timur, Selatan, dan Barat.

Taman Medan Merdeka Utara, Timur dan Barat berfungsi sebagai taman. Sementara Taman Medan Merdeka Selatan dibangun menjadi kompleks bangunan, dan digunakan sebagai lokasi Pekan Raya Jakarta pada tahun 1968-1992. Sedangkan sudut barat daya Taman Merdeka Selatan dijadikan “Taman Ria Jakarta”.

Sejak dekade 70-an hingga pertengahan 90-1n, desain dan rancangan tapak taman tetap sama. Namun tahun 90-an pemugaran Medan Merdeka mulai berlangsung, hingga tahun 2000-an selesai dipulihkan. Tujuan pemugaran ini untuk mengembalikan kawasan terbuka hijau. Begitupun Arena Pekan Raya Jakarta, Taman Ria Monas, dan Jalan Silang Monas yang turut dibongkar.

Monumen Nasional mempunyai sejarah panjang sebelum menjadi simbol eksistensi Indonesia. Pengembangannya sudah dimulai sejak pemerintahan Hindia Belanda, hingga menjadi saksi perjalanan menuju kemerdekaan. Bahkan sekarang ini Monas menjadi jujugan wisata berbagai pelancong yang berkunjung ke Kota Jakarta.